Semudah kata maaf dariku

Aku berhenti dipersimpangan jalan menyaksikan ramainya lalu lintas kendaraan. Berdiri menepi disisi jalan menantikan sepinya kendaraan yang lalu lalang dihadapanku. Aku menengadahkan kepala menatap langit yang sepertinya sudah tidak sabar lagi ingin menurunkan hujan sambil menatap jalan dengan cemas. Kuberanikan diri untuk meyeberangi jalan yang penuh oleh kendaraan yang tidak mau mengalah. Lengkingan bunyi klakson memekakan telinga terdengar di sana sini. Aku acuh tak peduli. Aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk berani menyeberang tanpa bantuan siapa pun.

Aku mempercepat langkah menuju tempat yang sudah lama ingin aku kunjungi tapi tidak berani aku datangi. Aku memang terlalu pengecut untuk datang kesana lagi. Tapi aku telah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku tidak akan kalah hanya dengan semua ini. Tempat itu adalah sebuah cafe. Tepatnya librarian cafe, perpaduan antara cafe dengan deretan banyak buku yang memenuhi ruangan cafe tersebut. Aku menyukai suasana cafe tersebut. Posisinya dipinggir jalan dengan teras yang menjorok kedalam, desain antik namun hangat ruangannya ditambah dengan perpaduan buku – buku yang disediakan memang khusus, agar pelanggan tidak hanya makan namun juga bisa membaca koleksi buku – buku tersebut. Aku suka pengisi musiknya dengan alunan musik jazz yang menyenangkan, ditambah lagi disamping cafe ini ada beberapa toko bunga yang letaknya saling berhadapan. Wewangian bunga lavender, mawar dan melati menambah sensasi dari cafe ini. Setidaknya dua tahun yang lalu begitulah kesanku terhadap cafe ini. Kini, setelah sekin lama jiwa pengecutku membuatku tidak lagi mau datang ke cafe yang menjadi favoritku. Tapi kini aku merindukan moment indah dari suasana cafe.

Aku memasuki pintu masuk seraya menjelajahi suasana cafe yang tidak terlalu ramai karena mungkin hari yang hujan. Aku melangkah menuju posisi favoritku yang untung saja kosong. Sudut ruangan dengan jendela lebar diapit dua rak buku sehingga membuat tempat favoritku ini lebih privasi. Aku duduk dikursi yang selalu biasa aku tempati ketika datang ke sini. Seorang pelayan datang membawa menu dengan senyum bersahabat.

“ Sore mbak Sekar, sudah lama nggak kesini, pacarnya mana ? “

“ Hmm, iya.”, jawabku sekenanya saja dengan wajah yang tak berubah. Dia menyodorkan menu lalu berlalu meninggalkanku.

Ah, dia akhirnya bertanya juga. Padahal aku sudah berusaha melupakan banyak kenangan di sini. Meski itu terlalu banyak. Tapi aku telah berjanji untuk tidak kalah dengan semua ini. Aku menghela nafas panjang sesekali mengamati suasana tempat aku berada disini. Setidaknya di sini, dulu aku pernah menemukan sekeping hati yang dulunya kupikir akan menjadi bagian hidupku. Tapi, ternyata aku keliru. Bukan dia bagian dari hidupku.

Secangkir teh dengan aroma melati dengan roti bakar khas cafe ini segera memenuhi meja di hadapanku. Satu hal lagi yang juga sangat aku sukai dari cafe ini adalah pelayananya yang cepat sehingga tidak membuat pelangganya menunggu.

“ Terima kasih.”, ucapku sambil tersenyum. Pelayan itu, Dian namanya, mengumamkan sesuatu.

“ Ada buku baru lo, itu dirak nomor tiga, aku yakin kamu pasti suka.”, katanya sambil menunjuk salah satu rak yang memuat banyak buku.

Aku kembali tersenyum dan bergerak ke arah rak yang dimaksud. Memang benar, banyak buku – buku baru terdapat di rak ini. Aku kembali tersadar, sudah cukup lama aku tidak datang ke cafe ini, hingga banyak hal yang terlewatkan olehku. Aku mengambil salah satu buku yang covernya paling menarik bagiku. Di sampul depan ada gambar seorang wanita dengan payung melindungi tubuhnya dibawah gerimis sambil menatap seorang punggung seorang pria, dibawah buku itu tertulis sebuah judul, Alasan mengapa aku menunggu.  Tak terlalu banyak warna di sampul depan buka tersebut, hanya ada warna kuning keemasan dengan warna lavender yang ditebar secara acak sehingga membuat kedua warna tersebut seperti tumpahan – tumpahan tinta yang tak beraturan meyebar di sampul depan. Aku membawa buku tersebut ke meja makanku.

“Hanya ada satu alasan mengapa aku tetap menunggu mu membalikan punggung dan mengejarku kembali sambil mengatakan maaf, hanya ada satu alasan mengapa aku tetap membiarkan diriku terluka, namun setiap jengkal diriku merindukanmu, hanya ada satu alasan mengapa selalu ada satu kata maaf dariku meski sesering itu kau mendustaiku mengelabuiku, dan hanya ada satu alasan mengapa aku selalu berharap kau kembali lagi, satu alasan yang selalu membuat orang memutar bola matanya dan mencibir, dan satu alasan itu aku yakin, kau pasti mengetahuinya…”

Barisan kalimat dibelakang buku tersebut membuatku miris. Tentu saja alasannya cinta. Memangnya ada alasan lain yang menyebabkan orang bahagia dan menangis dalam waktu bersamaan, menyebabkan orang berduka dan tersenyum secara bergantian. Memangnya ada alasan lain ketika Sheh Jehan membangunkan Taj Mahal yang megah sebagai tempat peristirahatan yang terakhir untuk istrinya serta apakah ada alasan lain mengapa pangeran Inggris memutuskan turun tahta dari kekuasaannya sebagai Raja Inggris hanya demi menikahi seorang janda asal Amerika kalau bukan karena cinta. Tentu saja semuanya karena cinta. Banyak hal yang tidak dapat dinalarkan didunia ini seperti ada seorang pria yang menikah dengan jenazah kekasihnya atau ada seorang pria yang nekad bunuh diri bersama anaknya dengan menabrakan diri ke kereta api setelah kematian sang istri. Adakah alasan lain untuk semua perbuatan yang terkadang bagi sebagian orang tidak masuk akal, selain cinta. Dan alasan yang sama juga membuatku terluka selama ini. Juga ternyata adalah cinta.

Aku tersenyum kembali. Banyak kisah baik itu berupa film, novel, cerpen, puisi dan berbagai media lain yang mengungkapkan berbagai kisah mengenai cinta. Dan aku yakin tema mengenai cinta adalah tema yang paling banyak menjadi bahan untuk semua karya di atas. Setiap kisah memiliki cerita tersendiri meski ada beberapa kisah yang kurang lebih sama tapi dikemas dengan alur yang berbeda. Entahlah, tapi aku yakin, setiap orang memiliki kisah cintanya sendiri yang tidak dapat dibandingkan dengan kisah cinta orang lain. Karena cinta itu sendiri tidak dapat ditakar oleh orang lain sehingga hanya orang yang jatuh cintalah yang mengetahui seberapa dahsyatnya cinta mereka, seberapa jauh mereka berkorban dan seberapa besar cinta itu sendiri membawa alur dalam kehidupan masing – masing. Karena itulah, tak ada bandingan antara setiap kisah cinta. Setiap kisah punya makna dan romantisme sendiri.

 bersambung…

Penulis: Fitria Rahmadani Adrion

Halooooo, Seorang penulis amatiran yang sdg merintis mimpi jadi pengacara, Seorang calon pengacara yg lelah dengan perjanjian, gugatan and all of that stuffs, mengisi hobi yg jauh terlupakan bertahun-tahun lalu yaitu menulis.

Tinggalkan komentar